Sabtu, 01 September 2012

Refleksiku: Peraturan Dalam Komunitas Sebagai Wahana Pendidikan

Inilah sepenggal refleksi saya yang lahir dari sela-sela keheningan dan jeratan ketidakberdayaan menghadapi peraturan-peraturan yang bagi saya terkadang tidak rasional dan tidak mendidik. Refleksi ini dihasilkan dari permenungan manusia tak sempurna yang memiliki iman, berjuta-juta kali lebih kecil dari biji sesawi.
Selamat membaca...




Peraturan adalah suatu kata yang kadang terdengar menakutkan, menggentarkan, mengikat, mengekang, dan mencengkeram kehendak dan kebebasan seseorang; sebaliknya peraturan juga menjadi kata yang menentukan, membebaskan, memberi semangat, mengatasi perlawanan, dan membuat orang semakin baik. Peraturan merupakan kaidah, norma, panduan, pedoman, dan tatanan yang wajib ada dalam suatu kelompok atau lembaga masyarakat. Peraturan menjadi identitas dari kelompok tersebut.

Peraturan memiliki tujuan yang baik. Aturan ada agar memberi manfaat serta meminimalisir tindakan negatif yang merugikan. Disadari atau tidak, peraturan merupakan sesuatu yang baru akan dirasakan manfaatnya kemudian, bukan saat itu juga. Oleh sebab itu, dalam menjalankan suatu aturan, dituntut sikap kepatuhan, kesetiaan, kepekaan, kesadaran, tanggung jawab dan kejujuran.

Sebuah peraturan sudah pasti akan menimbulkan berbagai sikap pro dan kontra. Sikap-sikap tersebut bukan saja terjadi satu kali, tetapi akan terus berlangsung dari ketika suatu peraturan baru direncanakan sampai pada penerapannya, pelanggaran, serta hukuman atas tidak pelanggaran tersebut. Hal ini menyadarkan kita, bahwa peraturan sekecil apapun itu mestilah dibuat sebaik-baiknya. Sikap yang berlawanan dengan aturan akan terus ada, tetapi tentunya harus diminimalisir.

Ada ungkapan “aturan dibuat untuk dilanggar”. Kita tidak menutup mata terhadap begitu banyaknya pelanggaran terhadap peraturan yang ada. Kecuali baru, sebuah peraturan pastilah sudah pernah dilanggar. Pelanggaran adalah hal yang sangat alamiah. Lalu jika aturan dibuat untuk dilanggar, pelanggaran dibuat untuk apa? Tujuan utama dari peraturan ialah sebagai alat untuk mengatur dan mendidik manusia. Jika tujuan ini dikesampingkan, aturan bukanlah lagi aturan.

Dalam refleksi ini, saya menemukan beberapa hal yang menurut saya penting untuk diperhatikan dalam membuat, menerapkan, dan mengevaluasi sebuah peraturan. Kiranya refleksi saya yang sederhana ini memberi sedikit nilai tambah bagi siapa saja yang membacanya. Di bawah ini saya sajikan lima poin refleksif saya tentang peraturan.

1. Peraturan Yang Mengikat

Sifat pertama yang tampak nyata dari peraturan ialah mengikat setiap individu. Orang yang telah masuk dalam sebuah lembaga tentu harus patuh terhadap aturan dalam lembaga tersebut. Pegawai di bidang pemerintahan mesti tunduk pada aturan birokrasinya. Seorang murid yang masuk ke sebuah sekolah, harus taat pada aturan yang ada di sekolah itu. Seorang satpam harus menaati aturan giliran jaga atau shift yang telah ditetapkan atasan, sama juga dengan karyawan toko yang selain menaati shift, juga harus mengikuti peraturan di tempat kerjanya. Seorang pendaki gunung yang sendirian di hutan pun masih tetap ingat dan taat pada aturan pendakian. Bahkan, seorang tukang sampah pun perlu taat pada aturan yang berlaku. Kenyataannya, peraturan selalu mengikat semua orang di mana pun mereka berada.

Dalam lembaga-lembaga agama terdapat aturan yang terkadang lebih kuat ikatannya dari pada lembaga lainnya. Hal ini disebabkan karena aturan agama memberi hukuman yang terasa lebih menakutkan terhadap pelanggar aturan. Hukuman itu disebut dengan dosa. Meskipun hukuman dari dosa itu tidak tampak nyata sekarang, namun dosa memberi nuansa tersendiri bagi hati seseorang. Orang yang berdosa melanggar peraturan agama akan terus dihantui oleh rasa berdosa sepanjang hidupnya. Hal tersebut mungkin akan terasa lebih menyakitkan dari pada hukuman fisik.

Intinya ialah peraturan mengikat setiap orang dan itu terkadang terasa begitu berat namun perlu. Aturan yang tidak mempunyai daya ikat tentu tak dapat lagi disebut sebagai peraturan, karena hanya akan menjadi pajangan dalam suatu kelompok atau komunitas. Aturan itu hanya sebatas tertempel di dinding dan tak lebih berharga dari lukisan murahan. Orang akan menjalankan aturan tersebut tanpa kesadaran akan tujuan baik dari dibuatnya aturan itu. Maka tentu saja pelanggaran terhadap aturan itu akan terus terjadi dan kemudian hukumannya akan menjadi tidak jelas dan tidak konsisten.

Lalu, bagaimana aturan dapat mengikat? Tak dipungkiri bahwa aturan yang keras dan ketat lebih terasa daya ikatnya dibandingkan aturan yang biasa-biasa saja. Aturan yang ketat memberi dampak hukuman yang lebih besar dibandingkan aturan yang longgar. Namun, menjadi pertanyaan lanjutan ialah apakah ketat dan longgarnya peraturan yang menentukan kualitas lembaga yang menjalankan aturan tersebut? Apakah orang dapat menjadi baik dengan aturan yang sangat ketat dan mengikat? Atau sebaliknya orang dapat merasa bosan dan seakan terpenjara?

Banyak komunitas manusia, lembaga, bahkan negara di dunia ini yang masih memiliki aturan dengan sifat yang sangat mengikat, sehingga pelaku pelanggar aturan akan ditindak dengan sangat tegas dan terkadang berlebihan. Hal ini tentunya menimbulkan pelbagai pelawanan yang dialatarbelakangi oleh semangat ingin bebas dari kukungan dan tatanan yang mengikat. Misalnya saja berbagai perlawanan terhadap pemerintah yang diktator di Mesir, Lybia, dan negara-negara lainnya yang harus dibayar dengan korban ribuan nyawa. Selain itu disekitar kita pun masih terdapat banyak pelanggar aturan yang kadang melakukannya bukan karena kebutuhan, keterpaksaan atau pelanggaran semata tetapi lebih dari itu merupakan bentuk protes terhadap aturan yang ada.

Berbagai hal di atas membuat kita sadar bahwa aturan yang mengikat selain memberi dampak yang baik ternyata juga membawa akibat buruk. Maka aturan yang memiliki daya ikat tidak ditentukan semata oleh si pembuat aturan, apakah ketat atau longgar, tetapi ditentukan oleh setiap orang berdasarkan kesepakatan bersama. Aturan barulah mengikat jika aturan itu diterima dengan baik dan dijalankan dengan sadar dan penuh tanggung jawab. Peraturan yang dilaksanakan itu dilandasi dengan rasa ingin menjadi yang baik, bahkan yang terbaik. Aturan itu dipercaya dapat menentukan kualitas diri, bukan sekedar dijalankan tanpa tujuan.

2. Peraturan Yang Membebaskan

Dalam dunia dewasa ini kita menyaksikan bahwa kebebasan dijunjung tinggi. Banyak negara yang mengutamakan paham liberal. Setiap orang, terserah keinginannya bebas melakukan apa yang dikehendakinya, mengekspresikan dirinya, dan berusaha mendapatkan apa yang dibutuhkannya sejauh tidak mengganggu orang lain dan melanggar hak asasi manusia. Paham kebebasan ini pun juga terangkum di dalam hak asasi manusia. Kenyataan ini menyajikan suatu cara berpikir baru. Orang tidak lagi peduli dengan orang lain, apa yang mau dibuat, diinginkan, dan tujuan tiap orang menjadi usahanya sendiri. Privasi sangat dijaga dan tidak ada orang yang mencampuri urusan orang lain. Singkatnya, setiap orang mengurus dirinya sendiri.

Hal ini menimbulkan realitas individualisme yang semakin mengakar dalam diri setiap manusia. Hidup saya adalah urusan saya. Hidup saya tergantung pada diri saya. Orang lain tidak berpengaruh bagi saya. Sekalipun ada pengaruhnya, itu hanya sebagai sarana bagi saya untuk berkembang, karena saya istimewa, saya bebas, saya memiliki hak untuk menciptakan peraturan sendiri. Maka kepercayaan kepada Sang Ilahi pun menjadi semacam pilihan. Penting atau tidak, terserah pribadi lepas pribadi.

Dalam dunia yang semacam ini, peraturan dirasakan sebagai suatu penghalang orang untuk mengembangkan dirinya. Paham kebebasan menjadi bertentangan dengan ketetapan peraturan yang memiliki daya ikat. Meskipun aturan masih dibutuhkan dalam skala kecil yang mengatur kebaikan semua orang, tetapi selebihnya merupakan tanggung jawab dan privasi pribadi manusia. Maka jika diteliti secara mendetail, orang tidak benar-benar bebas, tokh masih ada aturan.

Lalu muncul pertanyaan, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kebebasan yang sejati? Apakah terbebas dari segala bentuk peraturan apapun itu, ataukah kebebasan yang teratur? Cukup sulit menentukan hal ini. Kebebasan memang perlu tetapi peraturan juga masih sangat diperlukan. Dunia akan hancur tanpa peraturan dan juga demikian tanpa kebebasan.

Setiap orang tentu suka akan kebebasan dan selalu berusaha mendapatkannya, namun tentu saja orang harus berhadapan dengan aturan yang ada. Peraturan yang membebaskan sesungguhnya tidak harus bertentangan dengan kebebasan setiap orang, tetapi bagaimana aturan yang ditaati itu membuat orang merasa benar-benar bebas. Maka peraturan yang ada itu membuat orang sadar bahwa hanya dengan jalan melaksanakannya orang dapat memperoleh kebebasan yang sejati. Peraturan seperti itu tetaplah memiliki daya ikat, tetapi bukan ikatan yang mengekang. Ikatan itu juga bukan yang sangat longgar, tetapi ikatan yang memberi kepuasan kepada setiap orang dalam menjalankan aturan tersebut. Aturan tersebut disepakati bersama demi kebaikan bersama. Bukan dibuat oleh satu orang, dipaksakan bagi segelintir orang, dan tidak dijalankan dengan seimbang.

3. Peraturan Yang Rasional

Aspek berikut yang perlu diperhatikan dalam membuat sebuah peraturan ialah, apakah peraturan tersebut dapat diterima oleh akal sehat atau tidak. Peraturan yang logis adalah demi kebaikan manusia, bukan pertama-tama demi peraturan tersebut. Perkataan Yesus tentang hari Sabat bagi manusia adalah ungkapan yang menekankan rasionalitas dari hukum dan peraturan (Mrk 2:27).

Logis dan tidaknya peraturan juga dilihat dalam penerapannya. Biarpun peraturan sudah disusun dengan sebaik-baiknya tetapi akan tidak berguna jika tidak diterapkan dengan baik. Penerapan aturan itu logis dalam arti berjalan sesuai dengan yang disepakati. Peraturan berjalan sesuai aturan. Artinya, ada tuntutan-tuntutan tertentu terhadap aturan yang dibuat, apa yang ingin dicapai, kualitas apa yang ingin dikembangkan. Maka penerapannya pun haruslah seimbang dengan tujuan tersebut. Tujuan itu bukan milik si pembuat aturan saja, tetapi semua orang yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian, orang melaksanakan aturan itu dengan suatu kesadaran dan pengertian yang mendalam akan tujuan yang hendak dicapai. Bukan asal ikut saja.

Jika terjadi pelanggaran terhadap aturan tersebut, maka tampaklah juga aspek rasional dan tidaknya. Pelanggaran selalu dilakukan dengan alasan tertentu. Pelanggaran pun tidak harus selalu harus mendapat hukuman langsung. Sebab musabab terjadinya pelanggaran mesti dilihat dan dipertimbangkan. Apakah terjadi dengan alasan yang masuk akal dan tujuan yang positif atau sebaliknya. Setidaknya hukuman dapat diminimalisir karena alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan tersebut. Maka dalam hal ini kekecualian dalam peraturan perlu ada karena aturan bukanlah baja yang keras, aturan tidak selamanya tak dapat diganggu gugat. Peraturan yang tidak lagi sesuai dapat diganti, peraturan yang tidak mencerminkan kebutuhan umum dapat dicoret, peraturan yang tidak memiliki tujuan jelas bisa diabaikan, dan peraturan yang tidak rasional sebaiknya dilanggar.

Hal yang juga dapat menjadi pertimbangan logis dan tidak adalah hukuman atas pelanggaran peraturan. Hukuman kepada pelanggar peraturan hendaknya mengutamakan prinsip keadilan. Artinya, hukuman seimbang dengan pelanggaran. Terkadang memang sulit menentukan apakah hukuman sudah seimbang dengan pelanggaran, sulit pula menemukan sebuah hukuman yang memuaskan hati dan diterima oleh semua orang, baik si pelanggar maupun orang yang dirugikan akibat pelanggaran itu. Hukuman yang seperti ini memungkinkan si pelanggar aturan sadar akan pelanggaran yang telah dibuatnya dan menerima hukuman dengan lapang dada sebagai jalan rekonsiliasi. Dengan begitu ada suatu kemungkinan bahwa ia dapat berusaha memperbaiki dirinya dan tidak lagi melakukan pelanggaran.

Dalam penerapan suatu peraturan, biasanya ada pengontrol atas pelaksanaan peraturan dan apakah terdapat tindakan pelanggaran atau tidak. Suatu hukuman yang lebih rasional ialah si pengontrol tidak memberi hukuman, tetapi si pelanggar akan dihukum oleh aturan itu sendiri. Artinya, jelas bahwa jika seseorang melanggar suatu peraturan, ia akan terjerat oleh peraturan lain yang hanya akan merugikan dirinya sendiri. Maka perlu juga suatu peraturan yang logis dan berkesinambungan.

Demikian mengenai peraturan yang rasional, kita melihat empat aspek rasional di atas, yakni aturan itu sendiri, penerapannya, pelanggaran terhadapnya, dan hukuman atas pelanggaran tersebut. Keempat aspek ini hendaknya menjunjung tinggi rasionalitas peraturan. Jika satu saja menyimpang, tak dipungkiri kemungkinan perlawanan dan pelanggaran terhadap peraturan akan semakin meningkat.

4. Peraturan Yang Dialogal

Dialog adalah percakapan, pembicaraan, perbincangan yang dilakukan oleh dua orang atau sekelompok orang. Pokok pembicaraan dalam dialog bisa apa saja. Dialog mencerminkan adanya interaksi antara seseorang dengan orang lain di luar dirinya. Secara lebih mendalam, dialog memungkinkan orang saling membuka hati, mengungkapkan dirinya kepada orang lain, dan mengundang orang lain masuk ke dalam diri dan kehidupan seseorang. Dialog jika dilakukan secara intensif, dapat sangat mempengaruhi orang. Orang dapat disadarkan, dipengaruhi, disugesti, bahkan diindoktrinasi hanya melalui dialog. Meskipun tampak sederhana, dialog dengan orang lain dapat memberikan pengaruh yang besar bagi seseorang.

Peraturan yang dialogal adalah peraturan yang dapat didialogkan. Hal ini mengindikasikan adanya kesepakatan bersama atas dasar dialog di dalam komunitas yang membuat peraturannya. Dialog itu terjadi dua arah dan mengandaikan tindakan mendengarkan dan didengarkan. Setiap pendapat yang disampaikan hendaknya didengarkan oleh semua orang. Pendapat atas peraturan itu pun mestinya mencerminkan nilai-nilai dalam beberapa poin yang telah dibahas di atas. Peraturan yang disusun itu mengungkapkan dengan jelas apa sebenarnya tujuan dari peraturan itu. Peraturan itu merupakan manifestasi dari kebutuhan komunitas, bukan kebutuhan pribadi.

Peraturan yang dibuat dengan dialog membuat seseorang merasa malu untuk melanggarnya. Aturan itu ditetapkan secara bersama dan disetujui bersama. Melakukan tindakan pelanggaran sama saja dengan menjilat kembali ludah sendiri. Dengan sendirinya orang akan merasa terhukum dan berjuang untuk tidak melanggar lagi.

Peraturan yang dialogal juga mengandaikan adanya ketaatan yang dialogal antara atasan dan bawahan. Ketaatan yang seperti ini mengandung suatu komunikasi yang terus-menerus antara yang mengontrol dan yang menjalankan peraturan tersebut. Ketaatan ini bukan berarti taat tanpa syarat, tetapi taat secara adil, jujur, dan rasional. Setiap pelanggaran selalu diselidiki alasan jelasnya. Apakah dapat diterima atau tidak. Pertimbangan-pertimbangan yang positif perlu diikutsertakan dalam penyelidikan terhadap pelanggaran itu, karena peraturan dibuat demi kebaikan bersama maka pelanggaran pun harus dilihat, apakah sedikitnya mengandung tujuan kebaikan atau tidak sama sekali.

Peraturan yang dialogal sama sekali tidak dimaksudkan sebagai tawar-menawar aturan, bukan juga tindakan melobi terhadap aturan, melainkan tuntutan rasional atas aturan tersebut. Kitab Suci mengisahkan bahwa orang Israel menganggap bahwa Taurat adalah hukum yang final dan tidak dapat diganggu-gugat. Pelanggaran terhadap Taurat, apapun bentuknya harus mendapat hukuman. Sebaliknya, Yesus membawa suatu perubahan. Hukum Taurat tidak dilihat-Nya sebagai yang utama, tetapi apakah hukum itu sudah sesuai dengan tujuan sesungguhnya, yakni kemuliaan Allah dan kesejahteraan manusia.

Manusia yang melanggar peraturan yang begitu vital dan berat hukumannya, seperti pelanggaran terhadap aturan hari Sabat dan perzinahan masih dapat diampuni oleh Yesus. Hal ini menunjukkan bahwa pengampunan atas kesalahan masih mungkin terjadi, asalkan ada komunikasi. Yesus berkomunikasi dengan orang berdosa, Yesus selalu menyempatkan diri berdialog dengan mereka, meskipun itu semakin menambah musuh bagi-Nya. Akan tetapi, dialog yang dilakukan Yesus pertama-tama adalah demi pertobatan orang berdosa itu. Dialog itu dilandaskan pada cinta kasih dan pengampunan sehingga si pendosa benar-benar sadar akan keberdosaannya dan berkomitmen untuk mengalami suatu metanoia.

5. Peraturan Yang Mendidik

Kita sampai pada poin terakhir refleksi tentang pelbagai aspek yang penting dari peraturan, yakni peraturan sebagai wahana pendidikan. Hal ini berarti peraturan bukanlah tujuan utama tetapi merupakan sarana pendukung untuk mendidik manusia. Mengapa manusia mesti dididik dengan peraturan?

Kita tidak dapat menyepelekan kenyataan bahwa sebagian besar manusia di dunia ini memiliki hidup yang tidak teratur. Banyak prinsip dan nilai kehidupan yang terlupakan. Manusia cenderung berusaha mendapatkan keinginannya tanpa peduli dengan orang lain. Di samping itu, orang lebih mengutamakan hasil dari pada proses. Terserah sesuatu mau berjalan seperti apa dan bagaimana, yang penting bahwa sesuatu itu berhasil dan mendatangkan keuntungan. Dalam menggapai hasil itu pun tak jarang orang bertindak secara tidak halal dengan bermental instan. Lihat saja, di mana-mana terjadi kasus orang yang memperjualbelikan ijasah, skripsi, dan tesis demi mendapatkan gelar. Terjadi juga di banyak tempat pedagang yang menggunakan bahan-bahan beracun untuk mengawetkan makanan, tidak peduli apa akibatnya bagi konsumen, yang penting ialah keuntungan dari penjualan. Masih banyak contoh lain yang menegaskan bahwa mental hidup manusia kini sedang merosot.

Satu pertanyaan, dalam dunia yang seperti ini tindakan apa yang harus dibuat oleh insan yang masih sadar akan pentingnya nilai-nilai kehidupan? Namun, jawaban atas pertanyaan itu masih terlampau jauh bagi kita. Yang perlu direnungkan ialah siapakah insan yang masih sadar dan apa yang mesti kita buat jika ingin terus sadar akan prinsip-prinsip dan nilai-nilai fundamental dalam hidup?

Suatu cara membentuk insan-insan berkualitas dalam dunia yang minim kualitas ialah melalui pendidikan. Manusia hanya bisa dibentuk dengan jalan dididik, diasah, diasuh, dan diasih. Tanpa pendidikan, manusia tentu tak memiliki apa-apa. Manusia hanya akan mengandalkan instingnya dan tak lebih dari binatang. Binatang sebagai makhluk tak berbudi saja dapat menjadi pintar jika dilatih, apalagi manusia yang berbudi, tentu akan lebih brilian jika dilatih dan dididik secara lebih sempurna. Maka pendidikan penting, karena orang tidak dapat menjadi baik dengan sendirinya.

Pendidikan bukan hanya menyangkut mata pelajaran di sekolah, tetapi juga hal-hal lain yang menyertainya. Pendidikan juga termasuk peraturan-peraturan yang dijalankan dan menuntut orang untuk menataatinya. Ala bisa karena biasa. Hidup seseorang akan teratur dan berkualitas jika ia terbiasa untuk mengikuti peraturan. Seperti jalan raya dibuat agar kendaraan dapat melintas dengan teratur di atasnya. Kendaraan yang melenceng dari jalur atau berjalan tidak sesuai aturan tentu akan berisiko celaka. Kecelakaan terjadi karena orang tidak taat peraturan. Kecelakaan pun dapat menyeret orang lain yang sebenarnya taat pada aturan. Maka jelas bahwa peraturan mendidik dan membentuk manusia. Mengapa para tentara dan polisi memiliki mental yang kuat dan keberanian yang tinggi? Karena mereka telah sejak awal dilatih dengan peraturan yang ketat untuk menjadi pribadi yang berani.

Peraturan yang mendidik hendaknya menjadikan orang sadar bahwa dengan mentaatinya orang dapat terdidik. Setiap insan taat aturan perlu sadar bahwa kualitas bukan saja ditentukan oleh aspek intelektualnya saja, melainkan juga kedisiplinan diri, tingkah laku, dan tindakannya. Aturan yang mendidik bukanlah aturan yang menakutkan, tetapi aturan yang menantang orang untuk dapat menjalankannya dengan sebaik-baiknya. Selain itu aturan yang mendidik dijalankan bukan agar mendapat pujian tetapi untuk hidup. Singkatnya, melalui aturan yang mendidik, orang dapat yakin bahwa ia berada dalam sebuah sekolah disiplin yang akan memberi kesuksesan bagi hidupnya, biarpun lambat tetapi pasti.

Demikian refleksi saya tentang peraturan sebagai wahana pendidikan. Semoga refleksi ini semakin menambah kualitas diri saya dan para pembaca sebagai insan yang mau taat pada aturan dan berjuang demi kualitas diri dan kebaikan semua orang. Sekian.

1 komentar:

  1. JOIN NOW !!!
    Dan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
    Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
    BURUAN DAFTAR!
    dewa-lotto.name
    dewa-lotto.org

    BalasHapus